Label

Blog ini berisi mwteri pelajaran Bahasa Indonesia, Artikel di bidang Linguistik dan Sastra Indonesia, Problematika Dunia Pengajaran Sastra Indonesia dan masih banyak lagi

Senin, 23 November 2009

Bahasa Resmi dan Baku

Bahasa resmi adalah bahasa baku standard yang dipakai dalam situasi resmi / formal, baik berupa komunikasi lisan maupun tulis. Pada dasarnya pemakaian bahasa resmi mengacu pada kaum terpelajar /ilmiah dan pada situasi resmi dan seremonial.

Bahasa resmi biasanya dipakai pada situasi:

1.      Komunikasi resmi, misal surat dinas, acara resmi, dan pendidikan.

2.      Wacana teknis, misalkan proposal, laporan ilmiah

3.      Pembicaraan di depan umum, misalkan Proses Belajar Mengajar, khotbah, seminar

4.      Pembicaraan dengan orang yang dihormati ayau dengan orang yang posisi/kedudukan/ usia di atas kita

Ciri-ciri bahasa resmi:

1.       Kemantapan dinamis, kaidah dan aturan pemakaiannya tetap tidak dapat berubah setiap saat.

2.      Kecendekiaan, wujud dalam kalimat, paragraph dan satuan kebahasaan lain menggunakan penalaran yang teratur

3.      Keseragaman kaidah, pembakuan bahasa bukan penyamaan ragam bahasa, namun penyamaan kaidah.

 Bahasa baku pada hakikatnya adalah bahasa yang telah dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara luas. 

Bahasa Indonesia baku mempunyai empat fungsi, yaitu :

a.       Pemersatu,

b.       penanda kepribadian,

c.        penambah wibawa; dan

d.      kerangka acuan.

 

Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:

1)      Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan yang relatif bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.

Misalnya, kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / ketrampilan

 

2)       Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata.

Misalnya:

Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu. Kuliah sudah berjalan dengan baik.

 

3)      Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya:

Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena semua diangapnya penipu.

 

4)      Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya:

Bacalah buku itu sampai selesai!

Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri?

Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang dada.

 

5)      Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku dituliskan secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya:

Saya bertemu dengan adiknya kemarin.

Ia benci sekali kepada orang itu.

 

6)      Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan tempatnya di dalam kalimat.

Misalnya:

Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat.

Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi.

Suatu titik-titik pertemuan harus dapat dihasilkan dalam musyawarah itu.

 

7)       Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya:

Saya – anda bisa bekerja sama di dalam pekerjaan ini.

Aku – engkau sama-sama berkepentingan tentang problem itu.

Saya – Saudara memang harus bisa berpengertian yang sama.

8)       Pola kelompok kata kerja aspek + agen + kata kerja sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis dan diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya:

Surat Anda sudah saya baca.

Kiriman buku sudah dia terima.

 

9)       Konstruksi atau bentuk sintesis sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kalimat.

Misalnya:

saudaranya

dikomentari

mengotori

harganya

 

10)   Fungsi gramatikal (subyek, predikat, obyek sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya:

Kepala Kantor pergi keluar negeri.

Rumah orang itu bagus.

 

11)   Struktur kalimat baik tunggal maupun majemuk ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap sebagai bahagian kalimat bahasa Indonesia baku di dalam kalimat.

Misalnya:

Mereka sedang mengikuti perkuliahan dasar-dasar Akuntansi I.

Sebelum analisis data dilakukannya, dia mengumpulkan data secara sungguh-sungguh.

 

12)   Kosakata sebagai bahagian semantik bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap dalam kalimat.

Misalnya:

Mengapa, tetapi, bagaimana, memberitahukan, hari ini, bertemu,

tertawa, mengatakan, pergi, tidak begini, begitu, silakan.

 

13)  Ejaan resmi sebagai bahagian bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap baik kata, kalimat maupun tanda-tanda baca sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

 

Peristilahan baku sebagai bahagian bahasa Indonesia baku dipakai sesuai dengan Pedoman  peristilahan Penulisan Istilah yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Purba, 1996 : 63 – 64). Ciri-ciri bahasa Indonesia baku secara umum sama antara lisan dan tulis. Badudu dengan jelas  mengemukakan bahwa “berbahasa lisan ……….. baku dalam kegiatan resmi seperti bentuk dan susunan bahasa tulis” (1992 : 42). Di dalam buku mereka, Speaking Naturally Communication Skills in American English, Bruce Tillit dan Maru Newton Bruder mengungkapkan bahwa “tuturan formal berkarakteristik informasinya Bab 1: Bahasa Indonesia Baku Pemakaiannya … tersurat dalam kalimat-kalimat juga cenderung komplit yang dipertentangkan dengan kalimat potongan” (1936 : vii). Gleason juga mengemukakan bahwa “Struktur bahasa lisan menunjukkan kesamaan di dalam berbagai hal dengan struktur bahasa tulis” (Syafi’I, 1984 : 42).

 

 

 

 

Menentukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan

            Cerpen adalah cerita pendek yang ceritanya habis dibaca dalam sekali duduk. Berbagai nilai yang ada dalam sebuah cerita/ cerpen adalah nilai moral, religi, budaya, sosial, dll. Nilai dalam sebuah cerpen disajikan aleh penulis dalam 2 bentuk, yaitu:

1.      Langsung

Pengarang secara eksplisit atau langsung / nyata memberikan nasehat / amanat dalam cerita tersebut.

2.      Tak langsung

Pengarang menyajikan secara implisit yaitu bisa melalui konflik, watak tokoh, alur, dsb. Jadi, penulis tidak secara langsung member / menuliskan amanat pada cerpen tersebut.

            Pada pertemuan yang lalu anda telah membahas unsur-unsur intrinsik dalam sebuah cerpen. Salah satu unsur intrinsik tersebut adalah nilai-nilai atau pesan moral yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Nilai-nilai sebuah cerpen merupakan realisasi dari fungsi cerpen sebagai media pendidikan bagi pembaca. Jadi, selain untuk menghibur, cerpen juga berfungsi untuk mengajari pembaca akan nilai-nilai kehidupan.

            Nilai-nilai kehidupan dalam sebuah cerpen terkadang tidak disampaikan secara langsung oleh pengarang. Oleh sebab itu, untuk memahaminya seorang pembaca harus mengetahui dan memahami cerita dalam karya sastra tersebut secara keseluruhan. Nilai-nilai moral menurut Nurgiyantoro (2002: 320) merupakan bagian dari tema. Dengan kata lain, nilai-nilai moral dapat dikatakan sebagai salah satu tema dari sebuah cerpen. Nilai-nilai moral merupakan bagian dari isi dan berkaitan dengan hal di dalam karya tersebut sehingga diketegirikan dalam unsur intrinsic sebuah karya sastra. Nilai-nilai moral umumnya mencerminkan pendangan hidup pengarang. Pandangan yang dimaksud adalah pandangannya mengenai niali-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada para pembaca atau penikmat karya sastra tersebut. Menurut Kenny melalui Nurgiyantoro (2002: 321), moral dalam cerita dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat priktis, yang dapat diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.

            Nilai-nilai dalam sebuah cerpen mengandung pelajaran yang berharga untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para pembaca atau penikmat sastra. Agar fungsi karya sastra sebagai penghibur dan media pendidikan dapat tercapai, anda harus menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra.

Minggu, 22 November 2009

pRoposal

PROPOSAL

Proposal adalah rencana kerja yang disusun secara sistematik dan terperinci untuk suatu kegiatan yang bersifat formal, sehingga proposal sering juga disebut dengan dengan istilah program kerja atau rencana kegiatan.

Fungsi utama proposal adalah sebagai pedoman untuk melakukan sebuah kegiatan. Dalam proposal, diuraikan dengan jelas apa yang direncanakan dan dibutuhkan. Proposal bersifat memberitahukan, disertai permohonan dan harapan. Oleh karena itu, di dalamnya perlu dijelaskan secara terperinci dari latar belakang, tujuan, bentuk kegiatan, waktu, tempat, dan lain-lain. Dengan demikian, orang yang dikirimi proposal mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan.

Adapun tujuan proposal, yaitu:

1. mendapatkan persetujuan;

2. mendapatkan bantuan, baik berupa dana maupun sarana.

Proposal terdiri atas bermacam-macam jenis, di antaranya proposal kegiatan (acara), penelitian, penyusunan tugas akhir, dan proposal bantuan dana atau fasilitas.

Berdasarkan bentuknya proposal dibagi menjadi proposal formal, proposal semi formal, dan non formal.

1.      Proposal formal memiliki tiga bagian, yaitu: (1) bagian pelengkap pendahuluan (sampul, halaman judul, surat pengantar, abstrak, daftar isi, dan penegasan permohan. (2) bagian isi proposal terdiri dari pembatasan masalah, latar belakang, tujuan, ruang lingkup, dasar anggapan,  metodologi, fasilitas, personalia, keuntungan dan kerugian, waktu dan biaya. (3) penutup, terdiri dari: daftar pustaka, lampiran, table, dan sebagainya.

2.      Proposal non formal, memiliki isi yang meliputi: (1) nama kegiatan, (2) dasar pemikiran, (3) tujuan dan manfaat, (4) ruang lingkup, (5) waktu dan tempat kegiatan, (6) penyelenggara/panitia, (7) anggaran/biasa, (8) penutup.

 Sistematika penulisan proposal.

1. Nama kegiatan (Judul)

Nama kegiatan/judul yang akan dilaksanakan tercermin dalam judul proposal.

2. Latar belakang

Latar belakang proposal berisi pokok-pokok pemikiran dan alasan perlunya diadakan kegiatan tertentu.

3. Tujuan kegiatan

Penyusunan proposal harus merumuskan tujuan sedemikian rupa agar target yang akan dicapai dan nilai tambah yang diperoleh dapat dirasakan oleh pembaca proposal. Oleh karena itu, tujuan harus dijabarkan supaya tampak manfaatnya.

4. Tema

Tema adalah hal yang mendasari kegiatan tersebut.

5. Sasaran/peserta

Penyusun proposal harus menetapkan secara tegas siapa yang akan  lilibatkan dalam kegiatan tersebut.

6. Tempat dan waktu kegiatan

Dalam proposal harus dituliskan secara jelas kapan dan di mana

kegiatan akan dilaksanakan.

7. Kepanitiaan

Penyelenggara atau susunan panitia harus dicantumkan dalam proposal dan ditulis secara rinci.

8. Rencana anggaran kegiatan

Penulis proposal harus menyusun anggaran biaya yang logis dan realistis, serta memperhatikan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.

9. Penutup

     Berisi simpulan dan saran

TABEL, GRAFIK DAN BAGAN

Tabel

Tabel merupakan daftar berisi ikhtisar sejumlah data informasi yang  biasanya  berupa kata-kata dan bilangan yang biasanya berupa kata-kata dan bilangan yang tersusun secara bersistem (urut ke bawah dalam baris dan kolom tertentu dengan garis pembatas atau definisi sederhananya Tabel adalah sajian data yang dibuat dalam kolom-kolom.

 

Berikut ini langkah-langkah untuk membaca tabel:

1.      Membaca judul tabel, kira-kira informasi apa yang akan didapatkan.

2.      Membaca dan mencermati kolom-kolom dalam tabel, tahapan ini dilakukan untuk menafsirkan data yang ada.

3.      melihat perbedaan yang mencolok pada data tersebut, baik yang tertinggi, terendah, atau rata-rata (hitunglah bila diperlukan), tahapan ini merupakan langkah kedua dalam penefsiran data. Orientasikan pada data yang akan diperoleh.

4.      menarik kesimpulan dari data yang disampaikan dalam tabel.

Perhatikan contoh di bawah ini 

Grafik

Grafik merupakan gambaran pasang surut yang digambarkan lewat garis dan gambar. Data dari tabel dapat digambarkan  dalam grafik sehingga terlihat jelas gambaran data tersebut. Istilah lain  grafik adalah diagram. Ada tiga bentuk grafik yang biasa digunakan untuk melengkapi karya tulis, yaitu grafik batang, grafik garis, dan grafik lingkaran.

Supaya tidak terjadi kesalahan penafsiran grafik  kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.       Memahami judul grafik,

b.      Membaca informasi di sekitar grafik,

c.       Mengajukan pertanyaan tentang tujuan grafik, dan

d.      Membaca grafik.

Perhatikan contoh dibawah ini, grafik ini merupakan konversi dari tabel di atas.

 

Grafik  batang atau histogram, biasa digunakan untuk menekan perbedaan tingkat atau nilai dari beberapa aspek variabel

Grafik lingkaran atau cakram. Biasa digunakan untuk memaparkan pecahan atau presentase dari suatu nilai total.

Bagan

Pengertian bagan adalah skema tentang urutan sesuatu

Kalimat Efektif

Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya istilah kalimat efektif dan kalimat tidak efektif.  Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki daya informasi yang tepat dan baik (apa yang disampaikan oleh pewicara sesuai dengan apa yang diterima dengan baik oleh mitra wicara. Sederhananya kalimat efektif adalah kalimat yang dapat diterima oleh lawan wicara dengan baik. Sebaliknya kalimat yang tidak efektif adalah kalimat yang disampaikan  oleh pewicara namun informasi di dalamnya tidak dapat diterima oleh lawan bicara.

Kalimat dinyatakan efektif apabila sesuai dengan kaidah dalam bahasa Indonesia. Berikut merupakan unsur-unsur kalimat efektif:

1.      Kesepadanan struktur bahasa dengan cara/jalan pikiran yang logis.

2.      Keparalelan bentuk bahasa yang dipakai untuk tujuan tertentu.

3.      Ketegasan penghimpunan pikiran utama.

4.      Kevariasian dalam menyusun kalimat (kalimat panjang –kalimat pendek).

5.      Kehematan dalam pilihan kata.

6.      Kesejajaran klausa dan struktur kalimat.

Contoh:

1.      Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :

-    Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.

(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)

-    Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.

(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.

2.       Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :

-    Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah.

(Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.)

3.      Penggunaan imbuhan yang kacau

-        Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.

(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.

-       Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk.

(Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk)

4.        Kalimat tak selesai :

-       Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi.

(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.)

-       Rumah yang besar yang terbakar itu.

(Rumah yang besar itu terbakar.)

5.        Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :

-       Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.   

    (Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.)

-          Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional.

(Gereja itu dikelola oleh para rohaniwan secara professional.)

6.        Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ :

-          Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.

(Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)

-          Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.

(Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.)

7.         Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat :

-          Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin.

(Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)

-          Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya.

(Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar dari pengawasannya.)

8.      Pilihan kata yang tidak tepat :

-    Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang dengan masyarakat.

(Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)

-    Bukunya ada di saya.

(Bukunya ada pada saya.)

9.      Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :

-          Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.

(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.

-          Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri

Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?

10.  Pengulangan kata yang tidak perlu :

-          Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.

(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)

-          Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.

(Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.)

11.  Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah :

-          Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.

(Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)

-          Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya? 

(Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?)

Ejaan (pemakaian huruf, dan tanda baca)

      Pemakaian huruf  kapital

Dalam Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan terdapat tiga belas penuisan huruf kapital. Berikut ini disajikan beberapa hal yang masih perlu diperhatikan :

a.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam menuliskan ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci termasuk kata ganti untuk Tuhan.

 

Misalnya : Allah

                              Yang Mahakuasa

                              atas rahmat-Mu           (bukan atas rahmatMu)

dengan izinku              (bukan dengan izinKu)          

 

b.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya : 

     Haji Agus Salim

      Imam Hanafi

     

c.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.

 

Misalnya :


Gubernur Asnawi Mangku Alam

Letnan Kolonel Saladin

Rektor Universitas Indonesia

 


d.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.

Misalnya :  bangsa Indonesia

                              suku Sunda

                              bahasa Inggris

e.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya :

Benar                                                        Salah

tahun Masehi                                             Tahun Masehi

bulan Agustus                                           Bulan Agustus

Republik Indonesia                                   Republik Indonesia

 

f.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.

Misalnya :

Benar                                                        Salah

Teluk Jakarta                                             teluk Jakarta

Bukit Barisan                                            bukit Barisan

Danau Toba                                               danau Toba

 

g.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Undang-undang Dasar 1945

 

h.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.

 

Misalnya :

Kapan Bapak berangkat ?

Apakah itu, Bu?

Surat Saudara sudah saya terima.

 

i.         Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya :

Benar

Tahukan Anda bahwa gaji pegawai negeri dinaikkan?

Apakah kegemaran Anda?

 

2.      Penulisan Huruf Miring

Huruf miring dalam cetakan, yang dalam tulisan tangan atau ketikan dinyatakan dengan tanda garis bawah, dipakai untuk

a.             menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan,

b.            menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata, dan

c.             menuliskan kata nama-nama ilmiah, atau ungkapan asing, kecuali kata yang telah disesuaikan ejaannya.

 

Misalnya :

Majalah bahan dan Sarana sangat digemari para pengusaha.

Sudahkan Anda membaca buku Negara Kertagama karangan Prapanca?

Surat kabar Suara dan majalah Massa dapat merebut hari pembacanya.

Nama Latin untuk buah manggis adalah Garcinia Mangostana.


3.      Penulisan tanda baca

A Tanda Titik (.)

1.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:

Ayahku tinggal di Solo.

Biarlah mereka duduk di sana.

Dia menanyakan siapa yang akan datang.

Hari ini tanggal 6 April 1973.

Marilah kita mengheningkan cipta.

Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.

 

2.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:

 III. Departemen Dalam Negeri

A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa

B. Direktorat Jenderal Agraria

1. …

1.1 Isi Karangan

1.2 Ilustrasi

1.2.1 Gambar Tangan

1.2.2 Tabel

1.2.3 Grafik

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

 

3.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

Misalnya:

pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

 

4.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.

Misalnya:

1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)

0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)

0.0.30 jam (30 detik)

 

5.      Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul  tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.

Misalnya:

Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara.Weltervreden: Balai Pustaka.

 

6.      A. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.

Misalnya:

Desa itu berpenduduk 24.200 orang.

Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa

.

B.  Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan   jumlah.

Misalnya:

Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.

Lihat halaman 2345 dan seterusnya.

Nomor gironya 5645678.

 

7.       Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

Misalnya:

Acara Kunjungan Adam Malik

Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD’45)

Salah Asuhan

 

8.       Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat pengirim surat.

Misalnya:

Jalan Diponegoro 82

Jakarta

1 April 1991

Yth. Sdr. Moh. Hasan

Jalan Arif 43

Palembang

Kantor Penempatan Tenaga

Jalan Cikini 71

Jakarta

 

B Tanda Koma (,)

1.       Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

Misalnya:

Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus

memerlukan perangko.

Satu, dua, tiga!

 

2.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.

Misalnya:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan.Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

 

3.      A.  Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

Misalnya:

Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

 

B. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu  mengiringi induk kalimatnya.

Misalnya:

Saya tidak akan datang kalau hari hujan.

Dia lupa akan janjinya karena sibuk.

Dia tahu bahwa soal itu penting.

 

4.      Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.

Misalnya:

… Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.

… Jadi, soalnya tidak semudah itu.

 

5.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.

Misalnya:

O, begitu?

Wah, bukan main!

Hati-hati, ya, nanti jatuh.

 

6.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)

Misalnya:

Kata Ibu,”Saya gembira sekali.”

“Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.”

 

7.      Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Misalnya:

Surat-surat ini harap dialamatkan kepada

Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas

Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.

Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor

Surabaya, 10 Mei 1960

Kuala Lumpur, Malaysia

 

8.       Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.

Misalnya:

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

 

9.       Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

Misalnya:

W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4

 

10.  Tanda koma dipakai di antara nama orang dangelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Misalnya:

B. Ratulangi, S.E.

Ny. Khadijah, M.A.

 

11.  Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Misalnya:

12,5 m

Rp12,50

 

12.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian  anda pisah, bab V, Pasal F.)

Misalnya:

Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.

Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.

Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:

Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.

 

13.  Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan:

Kita memerlukan sikap yang bersungguhsungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.

 

14.  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

Misalnya:

“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.

“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.

 

C.  Tanda Titik Koma (;)

1.       Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Misalnya:

Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

 

2.      Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.

Misalnya:

Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan  asional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.

 

 

 

 

D . Tanda Titik Dua

1.       A. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.

Misalnya:

Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang

kemerdekaan itu: hidup atau mati.

 

B.  Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri  pernyataan.

Misalnya:

Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan.

 

2.       Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan ayng memerlukan pemerian.

Misalnya:

 

a.       Ketua: Ahmad Wijaya

 

Sekretaris: S. Handayani

 

Bendahara:  B. Hartawan

 

b.      Tempat Sidang: Ruang 104

 

Pengantar Acara: Bambang S.

 

Hari: Senin

 

Waktu: 09.30

 

3.      Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Misalnya:

Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”

Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)

Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)

 

4.       Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di  antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

Misalnya:

Tempo, I (1971), 34:7

Surah Yasin:9

Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur

Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.

Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah

Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?

Djakarta: Eresco.

 

E.  Tanda Hubung (-)

1.      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.

Misalnya:

Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru.

 

2.      Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.

Misalnya:

Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan …

Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak … Atau

Beberapa pendapat mengenai masalahitu telah disampaikan …

Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak …Bukan

Beberapa pendapat mengenai masalah i-tu telah disampaikan …

Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-u beranjak …

 

3.       Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.

Misalnya:

Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.

Kukuran baru ini memudahkan kita me-ngukur kelapa.

Senjata ini merupakan alat pertahan-an yang canggih.

Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.

 

4.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.

Misalnya:

anak-anak

berulang-ulang

kemerah-merahan

Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

 

5.       Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.

Misalnya:

p-a-n-i-t-i-a

8-4-1973

 

6.      Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.

Misalnya:

ber-evolusi

dua puluh lima-ribuan (20 5000)

tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial

Bandingkan dengan:

be-revolusi

dua-puluh-lima-ribuan (1 25000)

tanggung jawab dan kesetiakawanan social

 

7.       Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii)  ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v)  nama jabatan rangkap.

Misalnya:

se-Indonesia

se-Jawa Barat

hadiah ke-2

tahun 50-an

mem-PHK-kan

hari-H

sinar-X

Menteri-Sekretaris Negara

 

8.       Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

Misalnya:

di-smash

pen-tackle-an

 

F.  Tanda Pisah

1.      Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

Misalnya:

Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh bangas itu sendiri.

 

2.       Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.

Misalnya:

Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.

 

 

3.       Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai’.

Misalnya:

1910–1945

Tanggal 5–10 April 1970

Jakarta–Bandung

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

 

G.  Tanda Elipsis (…)

1.       Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.

Misalnya:

Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.

 

2.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.

Misalnya:

Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti

lebih lanjut.

Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah unuk menandai penghilangan teksdan satu untuk menandai akhir kalimat.

Misalnya:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ….

 

H.  Tanda Tanya (?)

1.      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya:

Kapan ia berangkat?

Saudara tahu, bukan?

 

2.       Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Misalnya:

Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?)

Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?)

Hilang?

 

I.     Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.

Misalnya:

Alangkah seramnya peristiwa itu!

Bersihkan kamar itu sekarang juga!

Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya.

Merdeka!

 

J.  Tanda Kurung ((…))

1.      Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

Misalnya:

Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

 

2.       Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokokpembicaraan.

Misalnya:

Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.

Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri

.

3.       Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

Misalnya:

Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).

Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

 

 

4.       Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.

Misalnya:

Faktor produksi menyangkut masalah (a)

alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

 

 

 

K.  Tanda Kurung Siku ([…])

1.      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.

Misalnya:

Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

 

2.       Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

Misalnya:

Persamaan keuda proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.

 

L . Tanda Petik (“…”)

1.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaan dan naskah atau bahan tertulis lain.

Misalnya:

“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”

Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”

 

2.       Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.

Misalnya:

Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.

Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA”

diterbitkan dalam Tempo.

Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.

 

3.       Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

Misalnya:

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja.

Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.

 

4.       Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.

Misalnya:

Kata Tono, “Saya juga minta satu.”

 

5.       Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

Misalnya:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.

Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.

Catatan:

Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

 

M.  Tanda Petik Tunggal (‘…’)

1.      Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain.

Misalnya:

Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”

“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku,’Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.

 

2.      Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J).

Misalnya:

feed-back ‘balikan’

 

 

 

N.  Tanda Garis Miring (/)

1.      Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.

Misalnya:

No. 7/PK/1973

Jalan Kramat II/10

tahun anggaran 1985/1986

 

2.       Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.

Misalnya:

mahasiswa/mahasiswi

harganya Rp150,00/lembar

 

O.  Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)

Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angkatahun.

Misalnya:

Ali ’kan kusurati. (‘kan = akan)

Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)

1 Januari ’88 (’88 = 1988)